-----
Rabu, 08 Oktober 2025
Tim FIKP, FEB dan
LPPM Unhas Kerjasama UMKM Jasuda Produksi Sambel Tuna
MAKASSAR, (PEDOMAN KARYA).
Tim Pengabdian Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan (FIKP), Fakultas Ekonomi
dan Bisnis (FEB) dan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM)
Universitas Hasanuddin (Unhas) menggelar pengabdian Skema Program Pengembangan
Usaha Produk Intelektual Kampus (PPUPIK) Unhas, di Rumah Produksi Jasuda, Makassar,
Senin, 06 Oktober 2025.
Kegiatan ini bermitra dengan UMKM Jasuda
yang fokus pada usaha berbasis hasil perikanan termasuk rumput laut dan ikan.
Kegiatan pengabdian dalam bentuk memproduksi sambal tuna awet tanpa pengawet. Sebelum
acara pengabdian, telah dilaksanakan sosialisasi kegiatan kepada mitra.
“Pada saat acara pengabdian, tim langsung
tancap gas membuat dan memasarkan sambal tuna skala besar, di tempat usaha
produksi mitra yang memang telah menggunakan peralatan kapasitas besar,” kata Ketua
Tim, Kasmiati STP MP PhD.
Kasmiati menambahkan, rumah produksi mitra
Jasuda hanya berjarak 100 meter dari Kampus Unhas, sehingga sangat mendukung
kegiatan pengabdian.
Dosen Teknologi Hasil Perikanan (THP) itu
menjelaskan, tim Unhas dan Jasuda telah menjalin kerjasama penelitian dan
implementasinya pada berbagai kelompok masyarakat pesisir, sehingga komunikasi
relatif mudah dibangun.
Pengabdian tersebut melibatkan empat dosen
dengan latar belakang keilmuan yang relevan. Keempat dosen tersebut ialah
Kasmiati STP MP PhD sebagai ketua tim dan anggota tim Dr Syahrul SPi MSi, dan
Mufti Hatur Rahmi STr.Pi MSi dengan bidang keahlian THP, serta Dr Fahrina
Mustafa SE MSi ahli bidang manajemen terutama pemasaran.
Kasmiati menjelaskan, sambal tuna
merupakan invensi tim pelaksana yang telah diproduksi pada skala laboratorium,
telah teruji secara organoleptik dengan daya tahan selama empat bulan pada suhu
ruang.
Tim pelaksana menyiapkan semua bahan utama
dan bumbu-bumbu yang dibuat dalam dua varian yaitu merah dan hijau. Varian
merah menghasilkan sambel tuna berwarna merah dengan cabe merah besar, cabe
keriting dan cabe rawit sebagai pewarna dan pemberi rasa pedas, sedangkan
varian hijau digunakan pengganti cabe hijau besar dan rawit hijau yang tidak
kalah pedas dengan varian merah.
Mitra Jasuda telah menghasilkan berbagai
produk hasil perikanan namun belum pernah memproduksi sambal ikan tuna.
“Tim berharap usai program pengabdian ini,
Jasuda dapat mengembangkan usaha mengingat sambal tuna hasil penelitian tim
merupakan produk inovasi yang tahan lama. Selain dikonsumsi harian, sambal tuna
dapat dibawa bepergian sebagai buah tangan atau bekal yang tepat karena dapat
bertahan lama tanpa penyimpanan suhu rendah,’’ kata Kasmiati.
Selain melibatkan dosen, pengabdian
tersebut mengikutsertakan lima mahasiswa Prodi THP FIKP Unhas. Para mahasiswa
membantu persiapan, produksi, dan pemasaran sambel tuna. Mahasiswa mendapatkan
reward berupa recognisi 4 SKS mata kuliah non tatap muka.
“Kegiatan ini melatih mahasiswa
berwirausaha sehingga di akhir kegiatan mahasiswa terinspirasi memiliki usaha
berbasis hasil perikanan sebagai pilihan karir mereka,” ujar ibu dua orang anak
kelahiran Enrekang.
Tahapan pembuatan sambel tuna dipandu
langsung Kasmiati, ketua tim sekaligus instruktur. Persiapan dimulai dari
pemilihan bahan utama tuna tetelan yang merupakan produk sampingan industri
tuna beku di Kawasan Industri Makassar (KIMA).
Tuna tetelan merupakan daging tuna segar
berkualitas baik yang tidak memenuhi persyaratan ekspor karena ukuran yang
kecil dan tidak seragam.
“Harga tuna tetelan yang terjangkau
menginspirasi kami menggunakannya sebagai bahan baku pembuatan sambal,
sekaligus mengoptimalkan pemanfaatan tuna sebagai bagian dari ekonomi sirkular,”
ungkap Kasmiati.
Tahapan pembersihan tuna dan persiapan
bumbu-bumbu serta proses pembuatan sambel talah dituangkan dalam bentuk modul
panduan yang dibagikan kepada Jasuda dan mahasiswa sebelum produksi dimulai.
Inovasi yang diterapkan dalam proses
produksi adalah sambal tuna yang dihasilkan dikemas dengan plastik tahan panas
food grade, disegel menggunakan tipe vertical continuous selaer. Sambal tuna
yang telah dikemas, direbus dalam air mendidih selama satu jam.
Perebusan
bertujuan menonaktifkan semua bakteri yang dapat mengontaminasi produk
selama pengisian ke dalam kemasan. Kombinasi sambal kering tidak berair-basah
karena medianya minyak- dan penerapan suhu tinggi dalam kurun waktu tertentu
dengan kemasan tahan panas, membuat produk bebas dari kontaminasi
mikroorganisme sehingga dapat bertahan lama pada suhu ruang. Setelah
didinginkan, dikemas dengan kemasan
sekunder standing pouch berbahan kombinasi kertas, plastik, dan aluminium foil
dengan desain khusus penambahan identitas produk.
Selain tuna sebagai bahan utama yang
relatif mudah diperoleh, bumbu-bumbu pembuatan sambal tuna juga tersedia di
pasar meskipun harga sering berubah sebagaimana palawija pada umumnya.
“Dengan kondisi tersebut, kami berharap
usaha sambal tuna awet tanpa penambahan pengawet, akan berkelanjutan jika
kelompok masyarakat bersungguh-sungguh menekuninya,” kata Kasmiati.
Dia menambahkan, produk sambal yang
dihasilkan telah dijual secara konvensional, via media online, konsinyasi ke
travel penyelenggara umrah, dan momen car free day di Unhas.
Sebelum mengakhiri kegiatan, Kasmiati
sebagai ketua tim mengucapkan terima kasih dan apresiasi tinggi ke LPPM Unhas atas dukungan dana, pihak mitra
UMKM Jasuda, dan mahasiswa yang terlibat langsung dalam proses produksi dan
penjualan sambal tuna. (kia)
