![]() |
| Wakil Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah, Ustadz Adi Hidayat (kiri) dan Ketua PP Muhammadiyah, Dr. KH. Muhammad Saad Ibrahim. |
-----
PEDOMAN KARYA
Sabtu, 08 November
2025
Catatan
dari Rakernas II Majelis Tabligh Muhammadiyah (2):
Hadirkan
Masjid di Dunia Literasi
Oleh: Asnawin
Aminuddin
(Wakil
Ketua Majelis Tabligh Muhammadiyah Sulsel)
Semangat inilah yang mengalir dalam Rapat Kerja
Nasional (Rakernas) II Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Kota
Batu, Jawa Timur, 24–26 Oktober 2025, yang mengusung tema: “Masjid Berkemajuan
sebagai Pusat Gerakan Ilmu, Dakwah, dan Kesejahteraan Umat.”
Ketua PP Muhammadiyah, Dr. KH. Muhammad Saad Ibrahim,
memandang bahwa dua kata kunci dalam tema tersebut, ilmu dan kesejahteraan, harus
disandingkan dalam konteks kemasjidan. Menurutnya, keduanya berjalan seiring
untuk melahirkan komunitas yang harmonis dan maju.
“Seluruh permukaan bumi itu dijadikan Allah sebagai
masjid. Maknanya, seluruh, termasuk (Kota) Batu ini, itu harus diberikan
dimensi teologis sebagai tempat sujud. Kita hubungkan kepada Allah melalui
sujud-sujud kita,” tegasnya.
Dalam pandangan Kiai Saad, dimensi kemasjidan bukan
hanya pada bangunan fisik, tetapi juga pada dimensi literasi, sebagaimana
firman Allah dalam QS. Al-‘Alaq ayat 1: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu
yang menciptakan.”
“Betapa pentingnya menghadirkan masjid pada dunia
literasi. Yang secara singkat kemudian disebut dengan ilmu. Yang itu mestinya
juga punya dampak secara langsung dan tidak langsung pada kesejahteraan umat,”
ujarnya.
Tema besar Rakernas II itu, kata Kiai Saad, hendaknya
menjadi ilham bagi seluruh kader Majelis Tabligh Muhammadiyah untuk direnungkan
dan dihidupkan dalam amal nyata.
“Maka tugas Majelis Tabligh tidak terbatas untuk warga
bangsa Indonesia, mungkin dalam konteks menjadi masjid berkemajuan, harus mampu
menjangkau berbagai lapisan masyarakat serta merespons tantangan global,”
tegasnya.
Di kesempatan yang sama, Wakil Ketua Majelis Tabligh
PP Muhammadiyah, Ustadz Adi Hidayat (UAH), menegaskan bahwa dakwah tidak bisa
dilakukan secara parsial, melainkan harus dikerjakan secara kolaboratif oleh
semua pihak.
“Singkatnya menuju kemajuan umat,” ujarnya.
UAH kemudian mengulas kata umat yang disebut 64 kali
dalam Al-Qur’an, terdiri dari 49 kali dalam bentuk tunggal dan 13 kali dalam
bentuk jamak. Para ulama, kata dia, membaginya menjadi dua kategori besar.
Pertama, umat standar, yaitu kumpulan manusia, hewan,
jin, bahkan tumbuhan — yang dalam konteks sosial seringkali hanya berkumpul
tanpa arah.
“Ada golongan umat yang cuma kumpul, ngobrol,
ngalor-ngidul tidak jelas urusannya ke mana, setelah itu pergi,” tegasnya,
menekankan pentingnya partisipasi aktif.
Kedua, umat ideal, yakni golongan yang memiliki visi
jelas dan mampu melahirkan kemajuan berkelanjutan, baik spiritual maupun
sosial.
“Umat yang punya visi. Berkumpul untuk merumuskan
sesuatu. Berkumpul mengeluarkan resolusi. Membawa semangat kebaikan yang
diimplementasikan dalam kehidupan,” jelasnya.
Karena itu, lanjut UAH, Rakernas Majelis Tabligh
Muhammadiyah harus menghasilkan resolusi konkret dalam menciptakan
masjid-masjid yang berkualitas.
“Integrasikan untuk umat. Tampilkan wajah Islam
sebagai solusi bagi teman-teman yang belum Muslim. Pertanyaannya, apakah itu
dilakukan karena Allah?” tanyanya retoris.
Jika semua itu dilakukan dengan niat karena Allah,
maka setiap kegiatan akan bernilai ibadah dan menjadi wujud nyata dari
al-ma’ruf, kebaikan yang dikenal dan dirasakan di tengah masyarakat.
“Semua kegiatan dinilai sebagai ibadah,” tegasnya.
Inilah substansi utama Rakernas: membentuk umat ideal,
bukan sekadar berkumpul atau mendokumentasikan kegiatan.
“Yang diharapkan adalah rumusan resolusi yang
menampilkan akumulasi sifat-sifat kebaikan,” katanya.
Sifat-sifat kebaikan itu, tambahnya, harus dihidupkan
dalam praktik dan menjadi contoh nyata bagi umat.
“Komitmen kolektif mempraktikkan yang ma’ruf dan
mencegah yang mungkar,” ujar UAH.
Kolaborasi dakwah yang diwujudkan lewat Rakernas ini,
terutama dalam bidang kemasjidan, menjadikan dakwah Muhammadiyah tidak hanya
bernuansa spiritual, tetapi juga mencakup seluruh aspek kehidupan.
“Rakernas duduk bersama, kita kolaborasi dengan berbagai elemen, menghadirkan kolektivitas sifat kebaikan, menjadikan masjid sebagai laboratorium kolaborasi dan pusat praktik kebaikan. Programnya? Supaya orang bahagia, supaya orang sukses,” pungkas UAH. (bersambung)
.....
Tulisan Bagian 1:
