Drama Pencegahan Perkawinan Anak Warnai HKG PKK di Bulukumba

Pertunjukan Drama Mini Pencegahan Perkawinan Anak mewarnai puncak peringatan Hari Kesatuan Gerak (HKG) ke-53 PKK Tingkat Kabupaten Bulukumba, di Ballroom Hotel Agri, Bulukumba, Senin, 08 Desember 2025. (ist)

 

-----

Selasa, 09 Desember 2025

 

Drama Pencegahan Perkawinan Anak Warnai HKG PKK di Bulukumba

 

PKK Bulukumba Peringati Hari Kesatuan Gerak

 

BULUKUMBA, (PEDOMAN KARYA). Pertunjukan Drama Mini Pencegahan Perkawinan Anak mewarnai puncak peringatan Hari Kesatuan Gerak (HKG) ke-53 PKK Tingkat Kabupaten Bulukumba, di Ballroom Hotel Agri, Bulukumba, Senin, 08 Desember 2025.

Pertunjukan drama itu ditampilkan oleh Tim Penggerak PKK Kecamatan Kajang di hadapan Wakil Bupati Bulukumba Andi Edy Manaf, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bulukumba Syahruni Haris, jajaran Forkopimda Kabupaten Bulukumba, Ketua Tim Penggerak PKK Bulukumba, Hj. Andi Herfida, para pimpinan OPD, beberapa pimpinan organisasi perempuan, ratusan pengurus PKK Kabupaten, Kecamatan, Kelurahan dan Desa, serta tamu undangan lainnya.

Para pemeran dalam drama mini tersebut, terdiri atas Aswandi (Kepala Desa), Ahmad Firdan (Puang Aco), Kartini (Puang Sitti/istri Puang Aco), Asrini Abbas (Rini / anak Puang Aco-Puang Sitti), Nuraeni (Eni / sahabat Rini), dan Hj. Nurdiana (Ketua Pokja I TP PKK Kecamatan Kajang), dengan narator, Hj. Diarni (Sekretaris PKK Kecamatan Kajang).

Dari alur drama mini yang ditampilkan, Puang Sitti terlebih dahulu menyampaikan informasi kepada suaminya Puang Aco, tentang adanya seorang pemuda yang ingin mempersunting putrinya, Rini.

Setelah berdiskusi, kedua pasangan suami istri ini, kemudian bersepakat untuk menerima lamaran dari pria tersebut. Akhirnya mereka menyampaikan dan membujuk putrinya yang masih berstatus pelajar di Sekolah Menengah Atas (SMA).

Sang ayah, Puang Aco membujuk putrinya dengan pendekatan tradisi keluarganya yang sudah turun-temurun menikahkan anak gadisnya yang beranjak dewasa. Selain itu, Puang Sitti memperkuat alasan suaminya dengan masa depan putrinya yang dilamar dengan pria mapan.

Namun demikian, Rini protes dan tak menerima untuk dijodohkan oleh kedua orang tuanya karena ingin melanjutkan pendidikannya. Baginya masa depan yang cerah bisa diraih dengan pendidikan yang baik.

Awalnya alasan Rini ditolak mentah-mentah oleh kedua orangtuanya. Ia lalu menemui sabahatnya Eni, yang ternyata merasakan nasib sama dijodohkan oleh orangtua. Mereka mencari jalan agar lamaran tersebut, bisa dibatalkan.

Selanjutnya, Aswandi selaku kepala desa setempat memanggil Puang Aco, Puang Sitti, serta putrinya Rini. Sang kepala desa menegaskan sudah menyampaikan kepada warganya di berbagai kesempatan akan dampak negatif pernikahan dini.

Singkat cerita, Aswandi mempersilakan Hj. Nurdiana (Ketua Pokja I TP PKK Kecamatan Kajang) untuk mengedukasi Puang Aco dan Puang Sitti. Hj. Nurdiana mengatakan, pernikahan usia anak akan berdampak negatif, terutama pada aspek psikologis anak pasca menikah.

Menurut Nurdiana, usia anak belum matang. Jika terjadi pernikahan dini, maka kedua pasangan suami istri nantinya cenderung dikuasai oleh emosi masing-masing dan bisa memicu Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Akhirnya pasangan pernikahan dini tersebut, berujung perceraian.

Seusai mendengar wejangan kepala desa dan penyuluh PKK, ego Puang Aco dan Puang Sitti pun melunak. Mereka memutuskan untuk tidak memaksakan kehendaknya, sekaligus memberi ruang agar putrinya bebas memilih jalan hidupnya melanjutkan pendidikan.

Terakhir, Puang Sitti berpesan kepada Rini untuk menjaga diri dan nama baik keluarganya. Rini diberi karpet merah untuk lanjut sekolah, tetapi dengan catatan tidak boleh terjebak dengan hal-hal negatif, seperti pergaulan bebas, dan lain sebagainya.

Rini merasa bahagia dan kembali menemui sahabatnya, Eni yang masih berada dalam tekanan perjodohan. Eni meminta Rini untuk membantunya, agar pernikahannya juga bisa dibatalkan.

Sekretaris TP PKK Kecamatan Kajang, Hj. Diarni menyatakan drama ini menunjukkan bahwa meskipun ada tekanan dari tradisi, namun setiap individu berhak menentukan jalan hidupnya, terutama pendidikan dan pernikahan.

“Dengan dukungan orangtua yang memahami semangat berjuang, akhirnya Rini dan Eni bisa berjuang meraih impian yang lebih baik dan terhindar dari pernikahan usia anak,” ujar Hj Diarni.

Selanjutnya para pemain drama kompak menyerukan stop usia pernikahan usia anak! (dar)


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama