-----
PEDOMAN KARYA
Jumat, 09 Mei 2025
Sejarah Kecurangan dalam Perebutan
Kekuasaan (2):
Kecurangan dalam
Perebutan Kekuasaan Kerajaan-kerajaan di Indonesia
Oleh: Hardianto Haris
(Dosen Universitas Pancasakti Makasasr)
Perebutan kekuasaan yang penuh dengan
kecurangan terjadi pula pada abad ke-15 di Perancis. Louix XI yang dikenal
sebagai Raja Laba-Laba karena kelicikannya dalam permainan politik, bersekutu
dengan Swiss dengan membujuk untuk menyerang Charles The Bold dari Burgundi.
Setelah Charles tewas di medan Perang
Louis XI mencaplok wilayahnya dan memperluas kekuasaan kerajaan Prancis. Begitupun
yang dilakukan Napoleon Bonaparte dalam merebut kekuasaan di Prancis.
Napoleon melakukan kudeta 18 Brumaire
(1799) yang tak lepas dari tindakan-tindakan kecurangan dengan cara
memanfaatkan kekacauan politik dan ketidakstabilan ekonomi, melakukan
propaganda dan tekanan militer untuk membungkam para oposisi.
Sejarah perebutan kekuasaan di Benua Eropa
telah dipenuhi dengan intrik, pengkhianatan, dan strategi licik. Beberapa pemimpin
menggunakan kudeta, konspirasi, dan manipulasi hukum untuk mencapai ambisinya
merebut kekuasaan.
Kecurangan dalam merebut kekuasaan tak
hanya banyak terjadi di Benua Eropa, akan tetapi beberapa negara di Benua Asia
pun memiliki sejarah kelam dalam perebutan kekuasan dengan cara yang curang
seperti perebutan kekuasaan Mongol pasca-kematian Genghis Khan (1227).
Kekaisaran Mongol mengalami berbagai
konflik internal dan kecurangan dalam perebutan kekuasaan, meskipun sistem
suksesi sudah ditetapkan oleh Genghis Khan sendiri dengan cara mewariskan
kekuasaan kepada putranya Ogedei Khan, yang secara resmi diangkat sebagai Khan
Agung.
Namun, meski penunjukan ini sah, rivalitas
antar-keturunan dan keluarga mulai muncul. Banyak bangsawan dan pangeran merasa
memiliki hak yang sama atas kekuasaan karena sistem Mongol yang berbasis pada
status klan dan kontribusi militer.
Begitupun dituliskan dalam sejarah Islam
di Timur Tengah (750 M) pada awal sistim kekhalifaan. Perebutan kekuasaan pun
tak terlepas dari tindakan kecurangan, keluarga Umayyah vs Abbassiyah, yang
dimana Abbassiyah merebut kekuasaan dari Bani Umayyah dengan jalan konspirasi
dan infiltrasi politik.
Khalifah terakhir Umayyah, Marwan II
dibunuh. Seluruh keluarga Umayyah dibantai kecuali satu Abd Al-Rahman yang
kabur ke Spanyol dan mendirikan kekuasaan sendiri.
Bangsa Indonesia sendiri memiliki sejarah
perebutan kekuasaan yang sangat panjang dan kompleks, karena wilayah Indonesia
modern terdiri dari ratusan kerajaan besar dan kecil yang memiliki dinamika
politik sendiri.
Mulai dari era kerajaan kuno, masa
kolonial, hingga Indonesia merdeka, konflik perebutan kekuasaan selalu menjadi
bagian penting dalam perjalanan bangsa. Perebutan kekuasaan yang sarat dengan
kecurangan dan kekerasan terjadi pada zaman Kerajaan Majapahit yang dikenal
kudeta politik dan intrik di dalam istana kerajaan.
Setelah wafatnya Hayam Wuruk (1389) muncul
perebutan kekuasaan antara Wikramawardhana (menantu) dan Bhre Wirabhumi (anak
dari selir). Perselisihan ini meledak menjadi Perang Paregreg (1404–1406), yang
melemahkan Majapahit secara politik dan militer.
Begitupun pada kesultanan Demak, yang
memiliki sejarah intrik berdarah di masa transisi. Setelah Pati Unus gugur
dalam ekspedisi ke Malaka, terjadi kecurangan dalam perebutan kekuasaan di
internal Kesultanan Demak.
Trenggana (adik Sultan pertama) diduga
merebut kekuasaan dengan cara membunuh saingannya Raden Kikin yang dibunuh pada
saat sedang berwudhu, yang menunjukkan perencanaan matang dan pengkhianatan.
Trenggana kemudian menjadi sultan ketiga
dan membawa Demak ke puncak kejayaannya, namun dengan noda darah di awal
pemerintahannya.
Sejarah perebutan kekuasaan tidak hanya
dilakukan lewat perang, akan tetapi banyak terjadi politik istana, pengkhianatan,
manipulasi spiritual dan diplomasi licik. Pola ini menunjukkan bahwa di
berbagai budaya, ambisi manusia atas kekuasan sering melahirkan skenario
dramatis dan kelam dalam sejarah.
Seperti yang terjadi pada masa era Orde Baru
(1966-1998) dimana Soeharto naik ke puncak kekuasaan (1968) dengan menggunakan
posisi di militer untuk meminggirkan Ir. Soekarno dari kekuasaan dengan cara
legitimasi diperkuat dengan dukungan militer dan melakukan penekanan pada lawan
lawan politik, dan dengan terjadinya perebutan posisi dalam kabinet ABRI, dan
Golkar yang berlangsung secara halus tetapi penuh dengan intrik, menekan lawan
politik dan membungkam kebebasan pers.
Alhasil Soeharto berkuasa selama 31 tahun
dan dikenal sebagai penguasa dengan masa jabatan terlama dalam sejarah
Indonesia. Soeharto dijuluki sebagai penguasa Orde Baru, dengan gaya
pemerintahan yang sangat sentralistik dan militeristik.
Yang pada akhirnya Soeharto runtuh sebagai penguasa di tahun (1998) karena tekanan aksi demonstrasi para mahasiswa akibat dampak dari krisis ekonomi. (bersambung)
.....
Tulisan Bagian 3:
Perebutan Kekuasaan Tidak Selalu Lewat Kekerasan
Tulisan Bagian 1:
Sejarah Kecurangan dalam Perebutan Kekuasaan