----
PEDOMAN KARYA
Rabu, 03 September 2025
Kisah Nabi Muhammad SAW (19):
Musa, Daud, dan
Muhammad Menggembala Kambing
Penulis: Abu Hasan Ali An-Nadwi
Selain mengikuti peperangan, Muhammad yang
masih remaja juga mengikuti sebuah perjanjian yang amat baik. Perjanjian itu
kelak dikenal dengan nama Hilful Fudhul. Perjanjian ini bertujuan melindungi
hak-hak para pedagang asing yang sering kali terdzalimi. Pencetus perjanjian
ini adalah protes seorang pedagang asing dari Yaman.
Saat itu, Ash bin Wa’il, seorang saudagar
Mekah, tidak mau membayar utang kepada si pedagang. Pedagang itu lalu menggubah
syair dan membacakannya di depan umum.
Syair ini amat menggugah perasaan para
pemuka Quraisy. Mereka khawatir apabila dibiarkan terus, para pedagang asing
tidak mau lagi memasuki Mekah. Apalagi Perang Fijar mengakibatkan mulai
terjadinya perpecahan di pihak Quraisy.
Sepeninggal Abdul Mutthalib, orang-orang
Quraisy dari keluarga yang lain sudah mulai berani mencoba menentang kekuasaan
pemerintahan Quraisy. Maka dari itu, atas usulan Zubair bin Abdul Mutthalib,
seorang paman Muhammad, orang-orang Quraisy dari keluarga Hasyim, Zuhra, Taim
berkumpul. Mereka bersepakat dan berjanji atas nama Tuhan Maha Pembalas bahwa
Tuhan akan berada di pihak yang terdzalimi, sampai orang itu tertolong.
Pertemuan ini sendiri berlangsung di rumah
Abdullah bin Jud’an At Taimi yang megah. Perjanjian Hilful Fudhul ini menjamin
perlindungan terhadap hak-hak orang lemah. Muhammad ikut menyaksikan perjanjian
dan amat menyukainya.
Di kemudian hari, setelah diutus menjadi
seorang Rasullullah, Muhammad bersabda: “Aku tidak suka mengganti perjanjian
yang kuhadiri di rumah Ibn Jud’an itu dengan jenis unta yang baik. Kalau
sekarang aku diajak, pasti akan kutolak.”
Besarnya Diyat
Diyat adalah pembayaran ganti rugi. Untuk
kematian / wajah cacat total ganti ruginya sebanyak 100 ekor unta. Satu kaki / tangan
/ mata jadi buta diganti dengan 50 ekor unta. Jika wajah cacat total, nilai
gantinya 100 unta.
Luka sampai menembus otak, 33 ekor unta.
Cacat kelopak mata, 25 ekor unta. Satu jari hilang / tulang retak, 15 ekor
unta. Luka sampai tulang kelihatan, 10 ekor unta. Satu gigi copot, 5 ekor unta.
Demikian seterusnya dalam ketetapan yang rinci.
Menggembalakan Kambing
Muhammad melewati masa remajanya dengan
menggembalakan kambing. Beliau pernah berkata kepada para sahabatnya, “Musa
diutus, dia menggembala kambing. Daud diutus, dia menggembala kambing. Aku
diutus juga menggembala kambing keluargaku di Ajyad.”
Sambil menggembala, pikiran Muhammad
menerawang, “Siapa yang menciptakan bintang-bintang yang begitu kemilau? Siapa
yang membuat udara untuk kuhirup? Siapa yang membuat jantungku berdetak? Siapa
yang membuat matahari mengejar bulan dan bulan mengejar matahari?”
Ribuan pertanyaan seperti itu membuat
Muhammad selalu sibuk berpikir. Hal itu membuat akhlak beliau terjaga demikian
baik dari perbuatan buruk yang sering terjadi di Mekah.
Pada saat itu, orang menyembah patung di
mana-mana, laki-laki dan perempuan yang bukan suami istri sering pergi
berduaan, orang-orang melakukan tawaf di Kakbah tanpa busana, pesta
mabuk-mabukan setiap malam, dan masih banyak keburukan lain.
Meski demikian, pernah juga Muhammad ingin
pergi ke kota untuk melihat sebuah pesta pernikahan.
“Tolong jaga kambing-kambingku,” pinta
Muhammad kepada seorang teman gembalanya.
“Baiklah, memang sudah giliranmu yang
pergi bersenang-senang,” kata teman Muhammad.
“Selama ini, kami selalu ada di padang
gembala seperti seorang pertapa,” kata mereka.
Muhammad pun pergi memasuki Mekah. Di
ujung kota, ia melihat ada sebuah pesta pernikahan yang dipenuhi berbagai
hiburan dan musik. Namun, belum sempat Muhammad tiba di rumah itu, tubuhnya
tiba-tiba disergap keletihan. Muhammad duduk bersandar di dinding dan tertidur
lelap sampai pagi. Ia tidak sempat melihat tontonan di pesta sedikit pun.
Esok harinya, Muhammad datang lagi ke
Mekah dengan maksud yang sama. Kali ini, sebelum ia tiba di tempat pesta,
telinganya mendengar musik indah yang turun dari langit, musik yang jauh lebih
indah daripada semua musik di dunia ini. Musik itu membuai Muhammad dan ia pun
kembali tertidur.
Sejak itu, Muhammad tidak lagi berminat
untuk melihat pertunjukan musik di pesta. Agar terhindar dari kenakalan yang
sering dibuat para pemuda seusianya.
Akhlak Muhammad yang demikian baik selagi muda membuatnya disayang dan dipercaya semua orang hingga ia pun dijuluki Al Amin, artinya “Yang Dipercaya.” (bersambung)
.....
Kisah sebelumnya:
